Kejadian Tragis 2001 Sampit Vs madura
Peristiwa Memicu Tragedi Sampit
Dayak vs Madura

Peristiwa Memicu Tragedi
Sampit Dayak vs Madura
– Sebelum peristiwa berdarah meledak di Sampit, pertikaian antara suku Dayak
dan suku Madura telah lama terjadi. Entah apa penyebab awalnya (Hanya Tuhan
yang tau), yang jelas suku Dayak dapat hidup berdampingan dengan damai bersama
suku lain tapi tidak suku Madura. Kenapa orang Dayak jadi beringas terhadap
etnis Madura…??? Bahkan keturunan suku terdekat dari suku Dayak pun (Banjar),
kaget melihat keberingasan mereka dalam Tragedi Sampit.
Menengok kembali peristiwa lama
yang MUNGKIN termasuk
pemicu terjadinya Tragedi sadis di Sampit (Berdasarkan info dr mbah gugel):
Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa.
Terhadap kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian
menurut hukum adat (Entah benar entah tidak pelakunya orang Madura)
Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang
suku Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan atau penyelesaian secara
hukum tidak ada.
Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga
Kasongan etnis Dayak di bunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang
dikeroyok oleh tigapuluh orang madura. Terhadap pembunuhan warga Kasongan
bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak dan
Madura diadakan perdamaian. Dilakukan peniwahan Pulai itu dibebankan kepada
pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan perdamaian ditanda tangani oleh ke
dua belah pihak, isinya antara lain menyatakan apabila orang Madura mengulangi
perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.
Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa
di gedung bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura,
ternyata hukumannya sangat ringan.
Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak
dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan
skor orang Madura mati semua. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan
diri menggunakan ilmu bela diri, dimana penyerang berhasil dikalahkan semuanya.
Dan tindakan hukum terhadap orang
Dayak adalah dihukum berat.
Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan
Tengah, seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku
Madura tukang jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan, tubuhnya
terdapat lebih dari 30 tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu persoalannya,
sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate telah lari kabur.
Si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian saja.
Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh
empat orang Madura hingga meninggal, pelakunya belum dapat ditangkap karena
melarikan diri, kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum
(ketertiban umum) dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta
Palangka Raya, namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar
temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta Palangka
Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
Tahun 1999, di Palangka Raya, kembali terjadi seorang Dayak
dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua
orang Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan pembunuh
lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap
membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten
Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-gara
suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas.
Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua belah pihak, tanpa
penyelesaian hukum.
Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap
suami-isteri bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat.
Dirawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan
ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap, katanya?
sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang Madura memasuki
rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman air putih, karena katanya
mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas, mereka
membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan itu dilakukan
mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah alamat.
Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga
Dayak mati dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa
penyelesaian hukum.
Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di
bunuh oleh pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka.
Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin
Timur, terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati dikeroyok
oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena lagi-lagi katanya
sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena pihak berwenang
tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak
banyak terbunuh karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga
Dayak.
Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga
Dayak terbunuh diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura di
bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Suku Dayak
hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di Kalimantan Tengah,
kecuali dengan Suku Madura. Kelanjutan peristiwa kerusuhan tersebut (25
Februari 2001) adalah terjadinya peristiwa Sampit yang mencekam.
“Sebelum lanjut cerita
berikutnya, admin berharap tidak ada yang menganggap berita ini adalah sara.
Kejadian demi kejadian di atas di paparkan bukan karena melihat dari satu sisi
saja dan info ini tidak untuk saling memfitnah atau sejenisnya tapi hanya untuk
sebagai pengingat dan pelajaran bagi kita agar tidak terulang kembali kejadian
mengerikan seperti ini.”
Lanjut cerita: Banyak Versi
tentang latar belakang tragedi ini, apa yang membuat suku Dayak di Kalteng
begitu kalap dalam menghadapi warga Madura. Hampir semua warga dan tokoh Dayak
yang menunjuk perilaku kebanyakan etnis Madura sebagai penyebabnya. H Charles
Badarudin, seorang tokoh Dayak di Palangkaraya menceritakan kelakuan warga
Madura banyak yang tidak mencerminkan peribahasa “di mana bumi dipijak, di situ
langit dijunjung”. Ia mencontohkan salah satunya dalam soal tanah.
Ada Versi lain mengatakan:
Terjadinya perang antar suku Dayak dan suku Madura karena kecemburuan
sosial-Ekonomi.
Versi berbeda juga menceritakan:
Banyak sebab yang membuat suku Dayak seakan melupakan asazi manusia, baik
langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu
“terdesak” dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di atas
“tanah adat” mereka sendiri karena dituduh tidak memiliki izin penambangan. Hingga
kampung mereka yang harus berkali-kali pindah tempat karena harus mengalah dari
para penebang kayu yang mendesak mereka makin ke dalam hutan. Sayangnya,
kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidakadilan hukum yang seakan tidak mampu
menjerat pelanggar hukum yang menempatkan masyarakat Dayak menjadi korban
kasus-kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus pembunuhan
orang dayak (sebagian besar disebabkan oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang
merugikan masyarakat Dayak karena para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak
bisa ditangkap dan di adili oleh aparat penegak hukum.
Etnis madura yang juga punya
latar belakang budaya kekerasan ternyata menurut masyarakat Dayak dianggap
tidak mampu untuk beradaptasi (mengingat mereka sebagai pendatang). Sering
terjadi kasus pelanggaran “tanah larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang
kebetulan didominasi oleh orang Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu
pemicu perang antar etnis Dayak-Madura.
Dari cara mereka melakukan usaha
dalam bidang perekonomian saja, mereka terkadang dianggap terlalu kasar oleh
sebagian besar masyarakat Dayak, bahkan masyarakat Banjar sekalipun. Banyak
cara-cara pemaksaan untuk mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka.
Banyak pula tipu-daya yang mereka lakukan. Namun, tidak semua suku Madura
bersifat seperti ini.
Jadi, berita atau anggapan
tentang kecemburuan sosial-ekonomi yang menjadi penyebab pecahnya “perang”
tersebut dari hasil pengamatan dan penilaian Versi lain ini adalah tidak benar.
Ada yang mengungkapakan bahwa
pertikaian yang sering terjadi antara Madura dan Dayak dipicu rasa
etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak. Semangat persukuan inilah yang
mendasari solidaritas antar-anggota suku di Kalimantan. Situasi seperti itu
diperparah kebiasaan dan nilai-nilai yang berbeda, bahkan mungkin berbenturan.
Misalnya, adat orang Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun pergi,
membuat orang Dayak melihat sang “tamu”-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi
orang Dayak, membawa senjata tajam hanya dilakukan ketika mereka hendak
berperang atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat keributan dari soal
salah menyabit rumput sampai kasus tanah amat mungkin persoalan yang semula
kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak bernyawa tanpa kepala
Saat terjadi pembantaian di
Sampit entah bagaimana cara mereka (Etnis Dayak) yang tengah di rasuki
kemarahan membedakan suku Madura dengan suku-suku lainnya, yang jelas suku-suku
lainnya luput dari “serangan beringas” orang-orang Dayak.
Assalamualaikum senang sekali saya bisa menulis dan berbagi kepada teman-teman disini. barangkali ada teman-teman yang sedang kesulitan masalah keuangan. Beberapa waktu yang lalu perusaan percetakan saya dirundung hutang yang cukup besar. Hal itu di akibatkan melonjaknya harga kertas dan tenaga upah yang harus saya bayar kepada para karyawan saya. Sementara itu beberapa tender yang nilainya cukup besar gagal saya menangkan. Akibatnya saya harus menjaminkan mobil saya saya untuk meminjam hutang dari bank. Namun hal itu belum cukup menutup devisit perusaan. Bahkan pada akhirnya rumah beserta isinya sempat saya jaminkan pula untuk menutup semua beban hutang yang sedang dilanda perusaan. Masalah yang begitu berat bukan mendapat support dari istri justru malah membuat saya bersedih bahkan sikapnya sesekali menunjukan rasa kecewa. Hal itu di sebabkan semua perhiasan yang sempat saya hadiahkan padanya turut saya gadikan. Disaat itulah saya sempat membaca beberapa situs yang bercerita tentang solusi pesugihan putih tanpa tumbal dan akhirnya saya bertemu dengan Kyai Sukmo Joyo. Kata pak Kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan penarikan uang gaib 5milyar dengan tumbal hewan. Tanpa pikir panjang semua petunjuk pak.kyai saya ikuti dan hanya 1 hari. Alhamdulilah akhirnya 5M yang saya minta benar benar ada di tangan saya. Perlahan hutang-hutang saya mulai saya lunasi. Perhiasan istri saya yang sempat saya gadaikan kini saya ganti dengan yang lebih bagus dan lebih mahal harganya. Dan yang paling penting bisnis keluarga yang saya warisi tidak jadi koleps. Jika ingin seperti saya. Saya menyarankan untuk menghubungi kyai sukmo joyo di 0823.9998.5954 situsnya www.sukmo-joyo.blogspot.co.id agar di berikan arahan
BalasHapus